Wednesday, February 1, 2012

Novel The Moon That Embraces The Sun Bab V


Bahkan saat Woon sedang membaca buku, ia tak dapat mengenyahkan pikiran mengapa Seol memperhatikan rumah Yeom waktu itu. Ia sepertinya baru saja pulang bepergian, dan Woon menduga kalau kepergian Seol berkaitan dengan Yeom yang juga baru saja pulang hari ini.

Yeom datang menemui Woon, dan Woon langsung bangkit dengan kepala tertunduk untuk menyambutnya. Yeom juga menundukkan kepala dengan hormat. Walaupun kelas Woon lebih rendah darinya, Yeom selalu menghargai Woon.

“Maaf telah membuatmu menunggu. Padahal kau pasti sedang sibuk dengan tugas kerajaan.”

“Tak apa-apa. Aku sedang membaca buku yang bagus saat menunggumu. Apakah perjalananmu menyenangkan?”

Ya, semuanya berkat dirimu. Ayo kita menuju ke paviliun.”

Kedua pria itu duduk berhadapan dan menikmati teh. Walaupun Woon lebih muda daripada Yeom, tapi ia adalah guru beladirinya Yeom. Namun karena minat Yeom hanya tertuju pada akademik, ilmu pedangnya tak pernah mengalami kemajuan.

Yang Mulia ingin bertemu denganmu. Aku datang membawa pesan agar kau mengunjunginya di istana.”

“Sudah seharusnya aku melakukan itu. Begitu banyak kabar miring yang tentang sakitnya Baginda Raja.”

Woon, yang masih merasa tak enak karena bertemu dengan Seol, akhirnya mengutarakan pikirannya.

“Apakah kau bepergian sendiri?”

“Aku pergi bersama dua pelayan rumahku.”

Tindak tanduk Yeom yang kalem menunjukkan kalau ia tak sedang berbohong. Tapi seakan-akan teringat sesuatu, Yeom bertanya apakah pihak kerajaan membuntutinya?

“Apa? Apa maksudmu?”

“Sepanjang perjalanan, aku merasa seperti diikuti seseorang. Tapi sepertinya penguntitku itu tak memiliki maksud jahat. Kupikir ada seseorang  diutus kerajaan untuk mengawasi perjalananku.”

“Tentu saja tidak. Mana mungkin kami berani memeriksa menantu kerajaan yang bepergian atas seijin Baginda Raja?”

“Benarkah? Aku pasti salah sangka.”

Tapi setelah mendengar cerita Yeom, Woon menjadi semakin merasa aneh.

Hei! Apakah saudara ipar kerajaan telah kembali?” mendadak Pangeran Yang Myeong datang dan mendekati Yeom dengan riang dan tangan terbuka, topinya tergantung di punggung. Terlebih saat ia melihat Woon, tawanya semakin riang.

“Siapa ini? Pengawal Raja. Alangkah beruntungnya aku dapat melihat kalian berdua. Aku sudah hampir mati karena rindu pada kalian!”

Yeom dan Woon berdiri menyambut Pangeran Yang Myeong. Yeom bertanya, “Apa yang membawamu datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu?”

Mendengar berita kalau saudara iparku sudah kembali ke Hanyang, aku langsung lari kemari tanpa mengirimkan pesan terlebih dahulu. Aku sangat gembira ingin melihatmu sehingga aku tak punya waktu memperhatikan tata krama. Saudara ipar, tanpamu Hanyang seperti anggrek yang tak wangi.”

Yang Myeong mendekati Woon dengan tangan terbuka lebar untuk memeluknya, tapi Woon hanya menundukkan kepala.

Benar-benar orang yang kaku. Harapanku hanyalah satu, memelukmu dengan kedua tanganku. Jika saja tanganmu tak berpedang, aku akan memelukmu dengan paksa. Tapi karena aku masih ingin hidup ..”

Kali  ini Yang Myeong mempersiapkan diri untuk memeluk Yeom, tapi ia tiba-tiba berhenti dan celingak celinguk melihat ke sekelilingnya.

“Aku berharap dapat meraihmu dalam pelukanku, tapi aku takut kalau putri mengintai kita dari suatu tempat, dan lari ke sini untuk memukuliku..”

Melihat senyum Yeom, Yang Myeong juga tersenyum. Tak seperti Yeom dan Woon yang duduk tegak, Yang Myeong melempar topinya dan duduk seenaknya. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Yang Myeong memandang gedung tambahan dari kejauhan dengan sedih.

Yeom memberikan secangkir teh dan bertanya apakah Yang Myeong datang kemari dengan memakai topi seperti itu.

Tak ada seorangpun yang mengatakan aku bukan anggota kerajaan jika aku memakai topi seperti ini. Seberapa keras aku berusaha, label kerajaan tak akan pernah bisa kulepaskan. Tapi bagaimanapun juga, kekesalan yang kurasakan tak sebanding dengan dirimu. Benar-benar bakat yang sia-sia.”

Woon tetap meminum tehnya tanpa perubahan ekspresi sedikitpun dan Yeom hanya tertawa tanpa suara. (Catatan : menantu kerajaan dilarang mengikuti segala aktivitas politik maupun mengejar karir akademis agar tak mengancam kekuatan raja maupun tahta. Maka dari itu, biasanya orang-orang yang berbakat dan mampu berperan dalam kerajaan tak pernah dipilih menjadi menantu kerajaan. Sebaliknya, Yeom yang pintar harus menyia-nyiakan bakatnya karena menikah dengan anggota kerajaan).

Woon meminum habis tehnya dan beranjak untuk pergi. Yang Myeong menarik tangannya mencegahnya pergi.

“Sudah mau pergi? Sangat susah bagi kita untuk bertemu seperti ini.”

“Aku meninggalkan pos terlalu lama.”

Yang Myeong terkekeh sedih dan melepaskan tangan Woon. “Yang Mulia juga meminta dirimu hanya untuk dirinya sendiri. Ia menyuruhmu tetap di sampingnya dan tak mau melepaskanmu… Aku merindukan saat-saat dimana kita bertiga berlatih pedang di sini.

Yeom dan Yang Myeong menatap Woon yang beranjak pergi. Yang Myeong berkata, “Jewoon, .. semakin hari semakin tampan saja. Dan aku yakin ilmu pedangnya juga semakin meningkat.”

“Ia juga pintar dalam bidang akademis. Benar-benar sia-sia.”

“Ya. Mengenalmu dan Jewoon benar-benar sebuah anugrah untukku.”

“Tapi kenapa kau tak menikah lagi?” (Pangeran Yang Myeong menjadi duda setelah kematian istrinya dua tahun yang lalu).

 Belum juga tiga tahun setelah kematiannya (masa berkabung adalah selama tiga tahun). Hukum sudah menetapkan kalau kita harus menunggu setidaknya tiga tahun untuk menikah lagi.”

“Pria seperti itu sangatlah jarang.”

Pangerang Yang Myeong menatap ke gedung tambahan sekali lagi dan berkata, “Jika ada wanita yang lebih cantik darimu, aku akan menikah lagi secepatnya. Jika ada wanita sepertimu .. Walaupun aku tahu bangunan itu telah kosong, aku tak dapat mengalihkan pandanganku dari sana. Walaupun aku tak boleh membicarakannya..”

“Ya, kau memang tak boleh membicarakannya. Tolong lihatlah ke arah lain.”

Yeom hanya duduk dan memandang cangkir tehnya.

Maafkan aku karena mengatakannya. Padahal aku tidak minum, tapi sekarang aku malah mabuk.” Dan dalam keheningan, kedua pria itu meminum tehnya.


Kenyataannya :

Hwon naik tahta 4,5 tahun yang lalu ketika ia berumur 19 tahun. Secara turun temurun, jika raja naik tahta sebelum umur 20 tahun, Ibu Suri atau Ibu Suri Kerajaan akan memegang tampuk kepemimpinan hingga Raja cukup umur. Dan parahnya lagi, penampilan Hwon kelihatan lebih muda daripada usia yang sebenarnya. Maka Menteri Papyeong (mertua Hwon) dan Ibu Suri Kerajaan (nenek Hwon) bersikeras untuk memegang tampuk kekuasaan.

Hwon menunggu kesempatan untuk mempraktekkan kekuatannya sebagai raja dan kesempatan itu datang saat rapat untuk memutuskan gelar anumerta bagi raja yang terdahulu. Dewan lupa memasukkan gelar Hwon di dalam namanya, tapi Ibu Suri Kerajaan tak menangkap kelalaian itu. Hwon mendadak menyerang, “Beraninya kau menipu Ibu Suri Kerajaan! Ini adalah usaha penghinaan yang tak hanya ditujukan pada ibu suri kerajaan, tapi juga kepadaku, Raja dari kerajaan ini!”

Ia berbalik melihat Perdana Menteri Kiri, yang juga sepupu Ibu Suri Kerajaan dan merupakan sosok penting dari faksi itu kemudian bertanya, “Perdana Menteri Kiri, siapakah rajamu?”

Mendongak kaget, Perdana Menteri Kiri terbata-bata menjawab, “Tentu saja Paduka Yang Mulia yang berdiri di hadapan hamba.”

Untuk beberapa saat, Hwon terdiam . Kemudian ia berteriak marah, “Siapa yang memberimu ijin untuk melihat wajahku?”

“Apa? Apa yang Paduka maksud..”

“Beraninya kau menatap wajahku tanpa ijin dariku!” (Catatan : Adalah sebuah pengkhianatan jika melihat wajah Raja tanpa seijinnya).

Hwon langsung memenjarakan Perdana Menteri Kiri, dan tak lama kemudian mengirimnya ke pengasingan. Hanya satu bulan setelah Ibu Suri Kerajaan memegang tampuk kekuasaan, Hwon telah mendapatkan kekuasaan itu kembali ke tangannya. Tapi kekuasaan itu tak bertahan lama karena kesehatannya mulai memburuk tak lama setelahnya.

Mendengar Yeom sudah datang ke istana, wajah Hwon menjadi sumringah.

Apa yang membuatmu begitu lama datang kemari? Aku telah mendengar berita kalau kau sudah tiba di Hanyang beberapa hari yang lalu. Apakah kau tak ingin muncul di hadapanku?”

“Tidak, Yang Mulia. Hal itu karena saya terlalu asyik dengan buku-buku yang tak dapat saya baca di perjalanan.

Ketika mata Yeon bertemu dengan mata Woon yang berdiri di belakang raja, ia tersenyum lembut ke arahnya. Woon mengangguk kecil membalasnya.

Yeom melakukan penghormatan dengan membungkuk sebanyak 4 kali (4 kali adalah penghormatan kepada raja). Dan Hwon bersikeras untuk membungkuk tiga kali kepada Yeom.

“Walaupun aku adalah raja, aku tahu bagaimana bersopan santun kepada guruku. Kau akan tetap menjadi guruku.”

“Saya berada di posisi itu hanya sesaat.”

“Walaupun sesaat, aku mempelajari lebih banyak ilmu darimu dibandingkan dengan guru-guru lainnya. Tak ada satupun ide atau pemikiranku yang tak dipengaruhi oleh ajaranmu.” Bertahun-tahun yang lalu, ketika Hwon masih menjadi Putra Mahkota yang bermasalah, Yeom ditugaskan untuk menjadi gurunya.

Yeom tersenyum riang, “Saya lega Paduka tampak sehat.”

“Ketika memerintah, orang yang selalu kuingat bukanlah ayahku, tapi dirimu. Senyummu itu. Dan orang yang paling kutakuti juga dirimu.”

Tanpa kata yang terucap, Yeom tetap tersenyum.

“Kenapa kau tak mengatakan kalau orang yang kutakuti seharusnya bukan dirimu, tapi orang-orangku. Aku ingin mendengar suaramu yang jelas. Aku masih tak dapat memahami ayahanda. Ia menghargai bakatmu lebih dari yang lain. Tapi ia malah memilihmu sebagai menantu kerajaan.. Jika kau tak menjadi menantu kerajaan kau akan menjadi pejabat yang mumpuni dan membantuku sekarang.. menegurku namun juga memberiku kekuatan. Atau jika tidak, kau dapat bekerja untuk pengembangan literatur. Semakin aku memikirkannya, semakin aku tak percaya.”

Tapi Yeom tetap bungkam.

“Apakah kau menikmati perjalananmu?”

“Terima kasih pada Paduka, perjalanan saya sangat menyenangkan.”

“Apakah itu sebulan yang lalu? Peringatan kematian Yeon Woo ..”

Yeom meletakkan cangkirnya ke atas meja. Hwon melanjutkan kata-katanya dengan wajah muram.

“Aku menduga itulah alasanmu melakukan perjalanan ini. Karena kau tak dapat melupakan ..”

“Nama itu tak seharusnya Paduka ingat. Nama itu tak seharusnya Paduka ucapkan. Memanggil nama adik saya yang sudah tak ada di dunia ini, terkubur dalam tanah yang dingin ..”

Ketika Hwon menyeruput minumannya, bibirnya gemetar.

“Tak ada yang lebih kejam daripada menyuruhku melupakan nama itu. Yeon Woo adalah tunanganku. Satu-satunya tunanganku.”

2 comments:

  1. All about korea, keep posting. yang demen sama kpop & artis korea bakalan betah berlama" di blog ini.

    ReplyDelete